Jumat, 16 Agustus 2013

ANALISIS KEPEMIMPINAN PRESIDEN RI



A.  LATAR BELAKANG
Manajemen sifat pribadi merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan kemampuan kepemimpinan seseorang (Warsito, 2008:102). Setiap orang mempunyai sifat yang baik serta ada kecendrungan sifat buruk. Agar tumbuh menjadi seseorang pemimpin yang baik, maka sejak dini hendaknya dilakukan identifikasi sifat yang baik dan buruk yang dimilik. Sifat baik mempunyai potensi untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan yang sportif. Sedangkan sifat buruk, akan menghambat tumbuhnya jiwa kepemimpinan. Untuk mengendalikan sifat buruk dan mengurangi kecendrungannya, maka diperlukan manajeman sifat  dengan cara menyadari adanya sifat buruk dan adanya langkah-langkah untuk menghilangkan secara bertahap. Sebaliknya sifat baik memberikan potensi besar bagi tumbuhnya jiwa kepemimpinan yang perlu dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu lah seseorang harus mampu untuk melakukan langkah-langkah pengembangan dalam rangka membantu menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kepemimpinan tersebut dengan menggunakan identifikasi manajemen sifat.
Dengan menggunakan identifikasi serta proses pengenalan sifat diri, akan banyak membantu di dalam melakukan pengembangan secara proporsional (Warsito, 2008:103). Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan membahas lebih lanjut mengenai kepemimpina presiden RI yang ke-pertama hingga yang terakhir, yaitu dengan judul “ANALISIS KEPEMIMPINAN PRESIDEN RI”.      

B. DESKRIPSI UMUM PRESIDEN RI
1.  Dr. Ir. H. Soekarno
Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Soekarno dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik"
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Kiprah politik  Masa pergerakan nasional pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
250px-Famsukarno_fatma
magnify-clip
Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
250px-Soekarno_diantara_Pemimpin_Dunia
magnify-clip
Soekarno diantara Pemimpin Dunia
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

2.  Jendral TNI H.M. Soeharto
Jendral Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno.
Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.
Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah US$15 milyar sampai US$35 milyar. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.
Karier Militer pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong serta resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Dia bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL. Saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1942, ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu. Setelah berpangkat sersan tentara KNIL, dia kemudian menjadi komandan peleton, komandan kompi di dalam militer yang disponsori Jepang yang dikenal sebagai tentara PETA, komandan resimen dengan pangkat mayor, dan komandan batalyon berpangkat letnan kolonel.
Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel. Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi. Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.
Pada 1 Maret 1949, ia tampil memimpin serangan umum dan berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.
Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953). Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.
Lembaran hitam juga sempat mewarnai lembaran kemiliterannya. Ia dipecat oleh Jenderal Nasution sebagai Pangdam Diponegoro. Peristiwa pemecatan pada 17 Oktober 1959 tersebut akibat ulahnya yang diketahui menggunakan institusi militernya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahan di Jawa Tengah. Kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani. Atas saran Jendral Gatot Subroto saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung, Jawa Barat. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di Bandung dan pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal pada 1 Januari 1960. Kemudian, dia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat di usia 39 tahun.
Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution. Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.
Sekitar setahun kemudian, tepatnya, 2 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Mayor Jenderal Soeharto dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Setelah diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963, ia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.

3.  Prof.Dr.Ing. B. J. Habibie
Presiden RI ke-3 adalah Prof.Dr.Ing. B. J. Habibie. Memerintah sejak 21 Mei 1998-20 Oktober 1999. Lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan tanggal 25 Juni 1936. Menyelesaikan SMA dan Perguruan Tinggi di Bandung. Sekolahnya di ITB tidak dilanjutkan setelah memperoleh beasiswa di Technische Hochehule, Achen, Jerman dan lulus cum laude untuk jurusan kontruksi pesawat terbang sebagai Dipl.Ing. pada tahun 1960. Pada tahun 1965, ia meraih gelar Doctor Ing. dengan predikat summa cumlaude. Ia pernah pernah menjadi wakil presiden dan Direktur Teknologi di Hamburg, Jerman. Keberhasilan pendidikan tersebut menjadikan ia dipanggil Presiden Soeharto pulang ke Indonesia pada tahun 1974. Selanjutnya ia menduduki berbagai macam jabatan penting, diantaranya penasihat Presiden RI, memimpin Divisi Advanced Technologi Pertamina (BPPT), merintis Industri Pesawat Terbang di Bandung, dll.
Prof.Dr.Ing. B. J. Habibie meletakkan jabatan presiden pada tanggal 20 Oktober 1999 setelah pidato pertanggung jawabannya tidak diterima oleh Sidang Umum MPR 1999 (Sugeng:2003).

4.  K.H. Abdurrahman Wahid
Presiden RI ke-4 adalah K.H. Abdurrahman Wahid. Lahir di Jombang 14 Agustus 1940. Abdurrahman Wahid yang pernah mengenyam pendidikan hingga lulus di Universitas Al-Azhar, Mesir dan juga pendiri Forum Demokrasi ini menjadi presiden setelah melalui proses pemilihan  presiden pada tanggal 20 Oktober 1999. Sebelumnya dikenal sebagai ketua PB NU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) Indonesia. Kabinet yang dipimpin dinamakan Kabinet Persatuan Indonesia. Dalam perjalanan pengabdiannya, cabinet ini sering menerima kritikan tajam dari masyarakat dan bahkan terjadi pencopotan-pencopotan ataupun pengunduran diri beberapa menteri karena beda misi dengan presiden. Meskipun dikenal dengan presiden yang embingungkan rakyat karena perkataannnya, namun beliau pun diakui banyak membuat langkah-langkah yang berani. Di masa pemerintahannya. wilayah Indonesia berubah menjadi 32 provinsi, dan persentasi kekayaan daerah pusat, lebih baik dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Beliau berhenti sebagai presiden setelah MPR menolak pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa yang tidak dihadirinya (Sugeng:2003).             

5. Megawati Soekarnoputri
Presiden ke-5 RI adalah Dyah Permata Setyawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta 23 Januari 1946. Megawati dilantik menjadi presiden pada tanggal 23 Juli 2001, menggantikan Abdurrahman Wahid yang menolak memberikan  pertanggungjawaban di depan Sidang Istimewa MPR.
Megawati pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Pejajaran (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972) beberapa tahun dan tidak dilanjutkan. Kenaikan Megawati menjadi presiden didukung oleh  sebagian besar fraksi DPR/MPR, meskipun sebelumnya sempat terjadi perbedaan pandangan mengenai boleh tidaknya wanita menjadi presiden di Indonesia. Megawati dikenal sebagai seorang nasionalis sejati yang konsisten dengan sikap dan tindakan yang tetap mempertahankan keutuhan NKRI yang hamper tercerai berai. Megawati diangkat menjadi Presiden RI melalui Tap MPR No. III/MPR/2001, menggantikan Abdurrahman Wahid terhitung sejak diambil sumpahnya sampai  selesainya jabatan Presiden RI 1999/2004 (Sugeng:2003).      

6. Susilo Bambang Yudhoyono
 Jend.  TNI (Purn.) Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 60 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sehingga, sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.
Yudhoyono yang dipanggil "Sus" oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan "SBY", melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amandemen UUD 1945.
Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herrawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965
Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari anak pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari ayahnya, silsilahnya dapat dilacak hingga Pangeran Buwono Keling dari Kerajaan Majapahit dengan RM. Kustilah yang merupakan keturunan Gusti Bandoro Ayu (putri Sri Sultan Hamengkubuwono III.
Seperti ayahnya;, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang adalah anak perempuan ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan mereka lahir dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1982).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997 dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikahi Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar master-nya di Strategic Studies at Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.



C. EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN RI
Untuk mengetahui efektifitas kepemimpinan presiden Republik Indonesia, disini penulis mengunakan instrumen berupa pengidentifikasian bentuk fisik, pengalaman, serta juga kesuksesan dan kegagalan yang pernah dilakukan Presiden RI. Yang mana identifikasi tersebut akan dituangkan dalam bentuk tabel 1.1. Sehingga dari hal tersebut, akan diketahui presiden mana yang paling efektif  dalam memimpin dan melaksanakan roda pemerintahan Republik Indonesia.

NO
Nama Presiden
Identifikasi
Bentuk Fisik dan Sifat
Pengalaman
(Pendidikan)
Kesuksesan & Kegagalan
1
Dr. Ir. H. Soekarno
Tinggi, kekal, tempramen, lembut, menyukai keindahan. Termasuk kepemimipinan kharismatik.
Mempeoleh gelar Ir. (insinyur) di THS (Technische Hoogeschool) Bandung, sekarang ITB (Institut Teknologi Bandung).
Kesuksesan:
1.  merumuskan ajaran marhaenisme.
2.  mendirikan PNI  tanggal 4 Juli 1927
3.  memproklamasikan kemerdekaan RI
4.  pencetus Pancasila sebagai dasar negara RI.
5.  menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dalam konfrensi Asia-Afrika pada tahun 1955 di Bandung


Kegagalan:
1.    gagal mempersatukan Irian Barat karena beliau sakit.
2.    gagal menangani krisis politik yang melanda tahun 1966.


2
Jendral TNI H.M. Soeharto
Tinggi, kekal, pintar, pembawaannya formal, tidak hangat dalam bergaul. Termasuk kepemimpinan otoriter.
Menyelesaikan sekolah Bintara (1941) di Gombong, Jawa Tengah. Resmi menjadi anggota TNI pada tanggal 5 Oktober 1945, Panglima Mandala/ Pembebasan Irian Barat (1962-1963), dan menjadi Panglima Kostrad. Karena jasanya menumpas  Pemberontakan G 30 S/PKI (1965-1966), maka pada tanggal 1 Juli 1966 memperoleh pangkat jendral menjadi Pangad. Pada tanggal 12 Maret 1967 menjadi pejabat Presiden,
Kesuksesan:
1. Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak mempengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari Amerika Serikat memberantas paham komunisme dan melarang pembentukan partai komunis. Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor Leste Independente /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka. Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.
2.Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye Keluarga
    Berencana yang menganjurkan setiap pasangan untuk memiliki secukupnya 2 anak.
Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang nantinya dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup.
3. mempelopori wajib belajar 9 tahun.
Kegagalan:
1.      Menyalahgunakan kewenangan menjadi presiden yaitu: menjadi presiden terlama hingga 32 tahun, melakukan KKN.
3
Prof.Dr.Ing. B. J. Habibie
Pendek, agak kecil, sangat terbuka dalam berbicara, tidak pandai mendengarkan orang lain, akrab dalam bergaul, dan tidak
jarang eksplosif, sangat detailis, suka uji coba tetapi kurang tekun dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Kadang-kadang dalam mengambil keputusan kurang tepat.
Menyelesaikan SMA dan Perguruan Tinggi di Bandung. Sekolahnya di ITB tidak dilanjutkan setelah memperoleh beasiswa di Technische Hochehule, Achen, Jerman dan lulus cum laude untuk jurusan kontruksi pesawat terbang sebagai Dipl.Ing. pada tahun 1960. Pada tahun 1965, ia meraih gelar Doctor Ing. dengan predikat summa cumlaude. Ia pernah pernah menjadi wakil presiden dan Direktur Teknologi di Hamburg.
Keberhasilan
1. Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
2. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Kegagalan:
1. Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.

4
K.H. Abdurrahman Wahid
Bisa dibilang sebagai seorang pemimpin Negara fisik seorang Gus Dur kurang memenuhi syarat, tapi sifat dan pembawaan gus dur yang sangat mendukung yaitu seorang kiai yang sangat liberal
dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin, dan bergaya
kepemimpinan ala LSM.
Abdurrahman Wahid yang pernah mengenyam pendidikan hingga lulus di Universitas Al-Azhar, Mesir dan juga pendiri Forum
Keberhasilan:
1. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.[42] Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Kegagalan :
1. Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.
5
Megawati Soekarnoputri
Seorang pemimipin Negara wanita yang pertama di RI, dengan fisik agak gemuk, pendek, berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh
dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu Megawati memiliki
determinasi dalam kepemimpinannya.
Megawati pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Pejajaran (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972) beberapa tahun dan tidak dilanjutkan.
Keberhasilan :
1.Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia

6
&
7

Susilo Bambang yudhoyono
Secara fisik SBY mepunyai postur yang ideal sebagai presiden karena latar belakang pendidikanya adalah kemiliteran di tunjang dengan Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan tentara dan ia juga
berlatar belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu tertarik
kepada SBY karena ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula berbusana.
Penampilan semacam ini meningkatkan citra SBY di mata masyarakat.

SBY adalah seorang militer intelektual, bisa dibandingkan dengan Jenderal
Soewarto yang pernah menjabat sebagai Komandan Seskoad tahun 1960-an. Dari
sana dilahirkan berbagai konsep mendasar tentang ketentaraan dan
pemerintahan pada awal-awal kelahiran Orde Baru.

Tingkat intelektualitas SBY tampak lebih menonjol dibandingkan dengan Kalla
yang lebih praktis dan pragmatis. SBY tajam dalam analisis dan karenanya
tidak aneh jika selalu nomor wahid di sekolahnya. Ketajaman dan kecermatan
SBY dalam menganalisis adakalanya dapat mengurangi tingkat determinasi dalam
pengambilan keputusan.
Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973.
American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
Jungle Warfare School, Panama, 1983
Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman, 1984
Kursus Komando Batalyon, 1985
Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
Command and General Staff College, Fort Leavenworth, Kansas, AS
Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2004.

Keberhasilan :
1. Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Kegagalan :
1. Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.



1 komentar: