Menurut Endang Puspitawati, dkk (dalam Ekonomi,
2007:27) ada beberapa teori yang mempelajari tentang sebab-sebab terjadinya
inflasi. Masing-masing teori melihat aspek-aspek tertentu dalam proses inflasi.
Pandangan beberapa teori tentang sebab terjadinya inflasi anara lain sebagai
berikut.
1 TEORI KUANTITAS
Pernyataan sederharna dari teori ini adalah kenaikan
harga akan terjadi apabila kuantitas (jumlah) uang yang beredar bertambah.
Menurut teori ini harga-harga adalah proporsi langsung dari jumlah uang, atau
ditulis sebagai berikut.
Menurut teori kuantitas ada dua penyebab terjadinya
inflasi yaitu:
1.Jumlah uang yang beredar melebihi yang dibutuhkan
masyarakat. Maksudnya, jika jumlah uang yang beredar di masyarakat berlebihan,
merupakan faktor utama pendorong terjadinya inflasi. Jumlah uang yang beredar
terlalu banyak diantaranya karena terjadi defisit anggaran dan ditutup dengan
mencetak uang. Semakin besar deficit yang dibiayai dari mencetak uang inflasi
akan semakin parah.
2. Harapan psikologis akan terjadinya kenaikan harga
di masa yang akan datang akan memperparah terjadinya inflasi. Maksudnya,
apabila masyarakat mengharapkan dan memperkirakan bahwa harga dimasa mendatang akan mengalami kenaikan, maka masyarakat akan
membelanjakan uangnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerugian dala
memegang uang. Keadaan ini akan semakin parah bila masyarakat sudah
menyakini kenaikan harga makin besar
dari waktu ke waktu hingga masyarakat akan membelanjakan uangnya melebihi uang
beredar. Hal ini dapat berakibat terjadinya hiperinflasi.
2 TEORI KEYNES
Para ahli ekonomi
Keynesian (pengikut Keynes) menjelaskan seluruh proses ekonomi tanpa
mementingkan peranan uang. Yang penting dalam kehidupan ekonomi nasional adalah produksi (penawaran) dan pembelanjaan (permintaan) dalam lingkaran
ekonomi, sedangkan jumlah uang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat oleh
dunia perbankan (Ritonga,dkk , 2000:84).
Dalam pandangan Keynes, permintaaan masyarakat (effective
demand) lah yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional. Para konsumen, para produsen, pemerintah dan luar negeri
bersama-sama membeli banyak barang dari
yang dihasilkan oleh kapasitas produksi yang ada. Hal ini menyebabkan
ketegangan-ketegangan di pasaran. Produksi tidak bisa dinaikkan karena dibatasi
kapasitas produksi. Rendahnya jumlah barang/jasa yang diproduksi berakibat
terhadap harga. Tentu harga-harga dari komoditi barang/jasa akan naik, hal ini
akan berimplikasi pada munculnya masalah inflasi.
3 TEORI STRUKTURALIS
Menurut teori ini , ada dua hal penting dalam
perekonomian Negara-negara yang sedang berkembang yang dapat menimbulkan
inflasi, yaitu sebagai berikut.
1.Ketidakelastisan Penerimaan
Ekspor.
Nilai ekspor tumbuh secara lamban dibandingkan
dengan pertumbuhan sector-sektor lain.
Adapun penyebab kelambaman tersebut sebagai berikut:
a)
Di pasar dunia, harga barang-barang ekspor dari Negara
tersebut semakin memburuk.
b)
Produksi barang-barang ekspor tidak responsive terhadap
kenaikan harga.
2.Ketidak Elastisan Penawaran atau Produksi
Bahan Makanan di Dalam Negeri.
Produksi bahan makanan didalam
negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan pendapatan perkapita. Hal
ini menyebabkan harga bahan makanan di dalam negeri cendrung untuk naik, sehingga melebihi
kenaikan harga barang-barang lain. Dampak yang ditimbulkan yaitu munculnya
tuntutan karyawan untuk mendapatkan kenaikan upah atau gaji. Naikya upah
karyawan menyebabkan kenaikan ongkos produksi. Hal ini berarti akan menaikkan
harga barang-barang. Kenaikan harga barang-barang tersebut mengakibatkan
kenaikan upah lagi. Kenaikan upah selanjutnya diikuti oleh kenaikan harga
barang-barang, begitu seterusnya.
Proses ini akan berhenti apabila
harga bahan makanan tidak mengalami kenaikkan. Namun, karena faktor
strukturalis harga bahan makanan akan terus naik sehingga proses
dorong-mendorong antara upah dengan harga tersebut selalu mendapat umpan baru
dan tidak berhenti (Puspita Endang,
2000:28).
Dari ketiga teori menyatakan
penyebab terjadinya inflasi, dapat disimpulkan bahwa inflasi itu disebabkan
oleh:
a.
|
Inflasi
disebabkan oleh sektor ekspor-impor Jika ekspor suatu negara lebih besar
daripada impor, akan mengakibatkan terjadinya tekanan inflasi, tekanan
inflasi terjadi karena semakin besar jumlah uang yang beredar di dalam negeri
akibat penerimaan devisa.
|
b.
|
Inflasi
disebabkan oleh sektor penerimaan dan pengeluaran negara Sektor penerimaan
dan pengeluaran suatu negara yang defisit menjadi penyebab inflasi. Karena
pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaannya, maka untuk menutupi
keadaan tersebut akan dilakukan dengan mengeluarkan uang baru, pengeluaran
uang baru menimbulkan tekanan inflasi.
|
c.
|
Inflasi disebabkan oleh sektor
swasta Pengeluaran kredit dalam jumlah yang cukup besar untuk memenuhi
permintaan kredit swasta dapat juga menyebabkan terjadinya inflasi.
|
Dari penyebab inflasi di atas
dapat kita simpulkan bahwa pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat
dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang merupakan salah satu
hal yang dapat dilakukan untuk menekan inflasi.
DAMPAK INFLASI
1. AKIBAT BURUK
Seperti pengangguran , inflasi juga menimbulkan
beberapa akibat buruk kepada individu, masyarakat, dan kegiatan
perekonomian secara keseluruhan (Sadono
Sukirno, 2002:16). Akibat buruk inflasi dapat dibedakan kepada dua aspek,
yaitu:
1.
akibat buruk kepada perekonomian
2.
akibat buruk kepada individu dan masyarakat.
1. AKIBAT BURUK KEPADA
PEREKONOMIAN
Sebagian ahli ekonomi berpendapat
bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh kenaikkan upah pekerja,
sehingga keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan menggalakan
investasi dimasa datang dan ini akan mewujudkan percepatan dalam pertumbuhan
ekonomi. Tetapi apabila inflasi menjadi lebih serius keadaannya, perekonomian
tidak akan berkembang seperti yang diingnkan. Pengalaman beberapa Negara yang telah mengalami inflasi hiper menunjukan
bahwa inflasi yang buruk akan mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan politik,
dan tidak mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Terlebih dahulu ekonomi harus
distabilkan, dan ini termasuk usaha menstabilkan harga-harga, sebelum
pertumbuhan ekonomi yang teguh dapat diwujudkan.
Ketiadaan pertumbuhan ekonomi
sebagai akibat dari inflasi yang serius, hal ini disebabkan oleh beberapa
factor penting seperti yang diuraikan dibawah ini:
1. Inflasi
menggalakan penanaman modal spekulatif
Pada masa inflasi terdapat kecendrungan di antara
pemilik modal untuk menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Dengan mebeli rumah, tanah,
dan barang yang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi
yang produktif.
2. Tingkat
bunga meningkat sehingga akan mengurangi investasi.
Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang mereka
pinjamkan , institusi keuangan akan
meningkatkan tingkat bunga kepada pinjaman-pinjaman mereka. Makin tinggi
tingkat inflasi, makin tinggi pula tingkat bunga yang mereka tentukan. Tingkat
bunga yang tinggi akan mengurangi kegairahan penanaman modal untuk
mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
3. Inflasi
menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi dimasa depan.
Inflasi akan bertambah cepat jalannya apabila tidak
dikendalikan. Pada akhirnya inflasi akan menimbulkan ketidakpastian dan arah
perkembangan ekonomi tidak lagi dapat
diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi.
4. Menimbulkan
masalah neraca pembayaran.
Inflasi menyebabkan harga barang impor lebih murah
daripada barang yang dihasilkan didalam negeri. Dengan demikian, inflasi akan
menyebabkan impor berkembang lebih cepat tetapi sebaliknya perkembangan ekspor
akan bertambah lambat. Disamping itu aliran modal keluar akan bertambah banyak
daripada yang masuk keluar negeri. Berbagai kecendrungan ini akan memperburuk
keadaan neraca pembayaran, defisit
neraca pembayaran yang serius mungkin berlaku. Hal ini seterusnya akan
menimbulkan kemerosotan nilai mata uang.
2. AKIBAT BURUK KEPADA INDIVIDU
DAN MASYARAKAT
Akibat buruk kepada individu dan masyarakat dapat
dibedakan menjadi tiga aspek seperti yang diterangkan dibawah ini:
1. Memperburuk
distribusi pendapatan
Dalam masa inflasi nilai
harta-harta tetap seperti tanah, rumah, bangunan pabrik, dan pertokoan akan
mengalami kenaikan harga yang adakanya lebih cepat dengan inflasi itu sendiri.
Sebaliknya penduduk yang tidak mempunyai harta, yang meliputi sebagian besar
dari golongan masyarakat yang berpendapatan rendah , pendapatan riilnya merosot
sebagai akibat inflasi. Dengan demikian, inflasi melebarkan ketidaksamaan
distribusi pendapatan.
2. Pendapatan
riil merosot
Sebagian tenaga kerja disetiap Negara
terdiri dari pekerja-pekerja bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya
kenaikan harga-harga selalu mendahului kenaikan pendapatan. Dengan demikian
inflasi cendrung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebagian besar tenaga
kerja. Dengan demikian akan berimplikasi terhadap menurunnya kemakmuran
masyarakat.
3. Nilai riil tabungan merosot
Dalam perekonmian biasanya masyarakat menyimpan sebagian besar
kekayaannya dalam bentuk deposito dan tabungan di institusi keuangan. Nilai
riil tabungan tersebut akan merosot sebagai akibat inflasi dan juga
pemegang-pemegang uang tunai akan dirugikan karena kemerosotan nilai riilnya.
2. AKIBAT POSITIF
Selain dampak buruk, inflasi juga memiliki dampak
positif yaitu, apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur),
inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur,
nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur
atau pihak yang meminjamkan uang
akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut
mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
CARA MENGATASI INFLASI
Inflasi tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat
dilakukan pemerintah dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang menyangkut
bidang moneter, fiskal dan kebijakan lain. Adapun penjelasan kebijakan tersebut
akan diuraikan di bawah ini.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab
inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan
kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi
normal. Untuk menjalankan kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan beberapa
politik/kebijakan yaitu:
a. Persediaan Kas
Kebijakan
persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada
bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank
sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar
dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk
menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
b. Operasi Pasar Terbuka
Menurut Djamil Suyuthi (dalam
Pengantar Ekonoi Makro:1989) dinyatakan bahwa bank sentral dapat mempengaruhi
jumlah uang yang beredar dengan jalan membeli atau menjual surat-surat berharga
pemerintah ( government securities ).
Dalam bukunya dinyatakan bahwa bila pemerintah ingin menambah jumlah uang yang
beredar, misalnya karena bermaksud untuk mendorong perkembangan kegiatan dalam
masa resesi, maka bank sentral mengadakan pembelian-pembelian surat berharga.
Dengan tindakan ini, uang beredar akan
bertambah, karena bila bank sentral melakukan pemmbayaran atas pembelian itu , cadangan bank-bank umum
akan bertambah. Dengan bertambahnya cadangan
yang dimiliki bank umum, maka bank-bank tersebut dapat memberikan
pinjaman yang lebih banyak.
Sebaliknya, bila pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang yang beredar, misalnya pada waktu inflasi, maka bank
sentral harus melakukan penjualan surat-surat berharga tersebut. Dengan
penjualan surat-surat berharga tersebut, tabungan giral masyarakat dan cadangan
yang dimiliki bank umum berkurang, dan demikian kemampuan untuk memberi
pinjaman juga berkurang.
c. Diskonto
Melalui perubahan
tingkat diskonto, Bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan
volume pinjaman. Misalnya dalam menekan inflasi, kebijakan diskonto dapat
dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan
badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan
pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh
badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan
inflasi.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial
pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
a. Pengurangan pengeluaran pemerintah,
sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
b. Menaikkan pajak, akan mengakibatkan
penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang
bersifat konsumtif tentunya berkurang.
3. Kebijakan Lain
Kebijakan lain adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial
pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah
alternatif untuk mengatasi inflasi.
a. Sanering
Sanering berasal
dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain:
· Penurunan
nilai uang
· Pembekuan
sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang
dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
b. Devaluasi
Devaluasi adalah
penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal
tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang
dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan
menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi
juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri
terhadap mata uang asing.
c. Menaikan hasil produksi.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah
barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu
pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada
sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
d. Kebijakan upah
tidak lain
merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak
sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat
meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang
secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
e. Pengawasan harga dan distribusi barang.
Dimaksudkan agar
harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam
menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga
yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik
biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka
distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan
pemerintah melalui Bulog atau KUD.
- DAFTAR PUSTAKA
- Puspitawati, Endang, dkk.2007.Ekonomi
untuk SMA/MA Kelas XI Semester Genap.Klaten:Viva
Pakarindo
Ritonga, dkk.2000.Pelajaran
Ekonomi 2 Untuk SMU Kelas 2.Jakarta:Erlangga
Soediyono.1981.Ekonomi Makro
Analisa IS-LM dan Permintaan Penawaran Agretatif.Yogyakarta: Liberty
Sukirno, Sadono.2002.Pengantar
Teori Makronomi Edisi Kedua.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Suyuthi,
Djamil.1989.Pengantar Ekonomi Makro.Jakarta:Departement
Pendidikan dan Kebudayaan