Memasuki wuku Dungulan, kita mulai disibukkan dengan
pelbagai hal untuk mempersiapkan rangkaian hari raya Galungan. Dihari tersebut
khususnya bagi humat hindu merupakan Hari Raya yang suci dan sakral. Oleh
karena itu, disetiap pelaksanaannya selalu disambut dengan antusias dari pelbagai
kalangan baik itu anak-anak, remaja, maupun orang tua.
Bagi seluruh umat
hindu, setiap hari raya tak terkecuali hari raya Galungan merupakan hari Raya yang
Suci. Tak hanya itu, datangnya Hari Raya Suci juga dijadikan sebagai momen
pendekatan diri kepada-Nya. Hal tersebut
merupakan hal pantas dan semestinya dilakukan, mengingat kita sebagai manusia
sudah diciptakan, dilindungi ataupun dijaga oleh-Nya.
Dalam pelaksanaan hari
raya Galungan, terdapat beberapa kegiatan yang mengiringi jatuhnya hari raya
yang berbahagia ini. Dimulai dari acara Penyajaan
yang dilakukan dengan kegiatan membuat “jaje” (kue) sebagai sarana pelengkap
upakara biasanya diiringi dengan pemasangan penjor, kemudian acara Penampahan dengan kegiatan “nampah” memotong hewan juga sebagai sarana
pelengkap upakara dan keesokan harinya merupakan Rahina Galungan (hari
kemenangan dharma melawan adharma).
Sebagai salah satu hari raya hindu yang suci, hari raya Galungan
semestinya mendapat pemahaman yang mendalam bagi seluruh umat yang merayakan,
dalam artian tidak hanya untuk dimengerti tetapi juga untuk dipahami dan dihayati serta diikuti dengan
mengimplementasikan ajaran yadnya
disetiap perayaannya.
Istilah yadnya tersebut merupakan korban suci
yang tulus dan iklas. Yang mana korban suci merupakan persembahan yang bersifat
suci baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Sedangkan istilah tulus dan iklas
merupakan suatu sikap yang didasari oleh hati yang suci tanpa pambrih.
Melihat makna ajaran
yadnya sangat penting tak hanya bagi umat yang merayakan tetapi juga bagi
seluruh umat didunia, maka dari itu merupakan hal yang wajarlah jika ajaran
yadnya ini dijadikan acuan dalam pelaksanaan rahina Galungan ini.
Namun kini dalam
pelaksanaannya, kian menghadapi berbagai tantangan tidak hanya dari
lingkungan internal tetapi juga
lingkungan eksternal. Lingkungan internal disebut juga lingkungan yang berada
atau berasal dalam tubuh manusia. Sedangkan lingkungan eksternal diartikan sebagai lingkungan yang berasal
dari luar tubuh manusia. Disisi lingkungan internal, sikap pengendalian diri
perlu dijaga baik itu dari pengenadalian hawa nafsu maupun pengenadalian
keinginan-keinginan yang berlebihan (diluar jangkauan). Biasanya hal-hal tersebut
bisa menimbulkan kegiatan yang negatif seperti: konsumenrisme yang tinggi, mencuri, bahkan kegiatan berhutang. Dilain
sisi, lingkungan eksternal juga memberi variasi tantangan dalam rahina Galungan.
Jika dalam situasi lingkungan internal kita melihat pengendalian hawa nafsu dan
keinginan yang berlebih, tapi pada lingkungan eksternal kita dihadapkan dengan
media yang selama ini kita butuhkan baik untuk keperluan komunikasi, informasi,
media hiburan, dll.
Kedua hal tersebut
memang layak digolongkan menjadi tantangan, karena keberadaannya tidak hanya dapat menimbulkan pelbagai efek
negatif tetapi juga pelbagai aktivitas yang dilakukan tersebut dapat mengganggu
umat disekitarnya.
Melihat fenomena
tersebut sangat penting terlebih lagi dapat menganggu rahina Galungan dan
khalayak luas serta mengingat kita sebagai mahluk yang sempurna karena dibekali
dengan idep (pikiran) seharusnya
hal-hal yang kurang etis dilakukan tersebut dapat diminimalisir
keberadaannya. Apalagi ajaran yadnya
menyiratkan kita mengenai ajaran tulus dan iklas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar